Dewi Kusumastuti
oleh : Ethenia Novianty W, 0806346035
Gadis ini berusia 22 tahun, menjelang 23. Karena postur tubuhnya yang mungil dan paras mukanya yang juga awet muda, hampir semua teman-teman kuliahnya tidak menyadari fakta ini. Di tahun ketiga menjelang keempat kuliahnya, ia masih terlihat fokus dengan bidangnya, yaitu Public Relations. Meskipun ia tidak nampak seperti anak-anak PR lainnya yang doyan berdandan dan banyak bicara, ia tetap menyenangi bidang yang ia tekuni saat ini. Tidak peduli apakah ketika tahun pertama ia kuliah ada seorang senior sok tahu yang memberikan kritik bahwa “Masih bisa kok, masih bisa pindah” dari peminatan PR yang hendak ia ambil (waktu itu belum penjurusan). Isu menarik lainnya selain kefokusan dan ketekunan, ia masih saja sama dengan awal mula ia menginjakkan kaki di universitas negeri yang katanya terbaik dan semakin lama semakin terlihat sebagai universitas mewah yang jauh dari kesan kampus rakyat ini. Penampilannya masih terlihat sederhana, meskipun setelah memasuki peminatan PR ia terkadang mengenakan rok ke kampus. Make up dan barang-barang branded tetap bukan menjadi ciri khas nya.
Satu hal yang mengagumkan dari Dewi ialah ia tetap menjadi dirinya sendiri., di tengah pergaulan ibu kota yang modern, dan di antara teman-teman kaya raya yang sering kali memamerkan gadget canggih yang seolah menjadi tolak ukur status sosial utama. Logat bicaranya pun masih belum berubah. Dewi yang datang dari salah satu daerah di Jawa Tengah ini masih terlihat sebagai puteri daerah yang menjunjung tata krama dan sopan santun. Tutur katanya masih lembut, dan sampai sekarang ia masih lebih sering menggunakan kata “aku”, bukan “gue”. Selain itu, Dewi masih menjadi gadis yang tidak banyak omong, apalagi banyak bacot. Orang tua nya pasti bangga memiliki anak seperti dia. Meskipun disekolahkan ke luar kampung dan merantau, gadis ini masih memegang prinsipnya dan tidak terbawa arus ibu kota. Tapi mungkin ada satu hal yang sedikit berubah darinya. Atlet marathon ini mengaku, bahwa larinya sudah tidak secepat dulu lagi ketika ia sering berlatih. Sekarang ia lebih cepat terengah-engah. Tapi apapun itu, hidup ini memang dipenuhi dengan tarikan napas. Tarikan untuk beristirahat, atau tarikan akibat kerasnya hidup yang memaksa untuk “berhenti” sebentar saja. Coba kita bertaruh, apa ketika ia sudah bekerja nanti penampilan dan ciri khas nya masih seperti saat ini? Wahai gadis tangguh yang tidak pernah berhenti tersenyum dan bermimpi, kota ini lebih keras dari arena marathon di mana kau biasa berlari.
No comments:
Post a Comment
Any comment, please?