Tanah Airku dan Garuda Indonesia
Video iklan di atas adalah iklan TV Garuda Indonesia di tahun 1992 dengan soundtrack lagu nasional yang berjudul "Tanah Air". Mungkin di usiaku yang saat itu masih sangat kecil aku belum bisa menghafalkan lagu tersebut dengan sempurna, tetapi melalui gambar yang disuguhkan dalam iklan tersebut, aku mempelajari bahwa kebudayaan Indonesia sangatlah beragam dan keindahan alam Indonesia begitu mempesona. Terus terang aku masih bisa mengingat iklan 22 tahun yang lalu itu dikarenakan iklan tersebut yang sangat mengena, meskipun saat itu aku masih tergolong balita (balita yang cinta Indonesia tapi). Pada akhir iklan ditampilkan pesawat Garuda Indonesia yang sedang terbang dengan gagahnya melambangkan bahwa pesawat itu adalah pesawat kebanggaan Indonesia yang melintasi seluruh bagian keindahan Indonesia dari atas cakrawala.
Kemudian aku membuktikan sendiri bahwa Garuda Indonesia memang pesawat kebanggaan Indonesia. Hal itu terjadi pada 26-28 Maret 2014 lalu ketika aku dikirim oleh kantorku
untuk mengikuti workshop bertema Public Relations di Malang (tapi di agenda yang diberikan panitia ada agenda 'City Tour Malang').
Perjalanan yang belum lama itu adalah penerbangan terakhir yang aku lakukan. Sebelumnya temanku berkata bahwa bandara di Malang sangat kecil, jadi aku berpikir mungkin tidak semua maskapai melayani penerbangan ke sana. Dalam hatiku mengatakan bahwa aku harus naik Garuda Indonesia, karena belakangan ini setelah adanya tragedi kecelakaan suatu pesawat yang hingga sekarang masih menjadi misteri aku menganggap bahwa keselamatan adalah hal pertama yang harus diperhatikan. Tentunya aku sangat percaya bahwa Garuda Indonesia memprioritaskan hal itu dilihat dari mayoritas umur armada pesawatnya yang di bawah 5 tahun (merupakan kondisi langka di rata-rata industri maskapai penerbangan dunia). Pada H-3, aku berharap bahwa hasil pencarianku di internet untuk tiket Garuda Indonesia adalah positif. Ternyata Garuda Indonesia terbang ke Malang dari Jakarta, sungguh kabar baik bagiku. Tetapi sayang, pada jadwal kepulangan tanggal 28 Maret kami kehabisan tiket di jadwal siang, jadinya kami memesan tiket pulang Surabaya-Jakarta (dibela-belain ke Surabaya dari Malang supaya bisa pulang naik Garuda Indonesia tanpa tergesa-gesa dari hotel). Kebetulan penerbangan jurusan Surabaya-Jakarta dalam sehari frekuensinya sangat banyak, jadi tentu saja penumpang tidak akan kehabisan tiket dan bisa terbang dengan banyak alternatif jadwal.
Perjalanan yang belum lama itu adalah penerbangan terakhir yang aku lakukan. Sebelumnya temanku berkata bahwa bandara di Malang sangat kecil, jadi aku berpikir mungkin tidak semua maskapai melayani penerbangan ke sana. Dalam hatiku mengatakan bahwa aku harus naik Garuda Indonesia, karena belakangan ini setelah adanya tragedi kecelakaan suatu pesawat yang hingga sekarang masih menjadi misteri aku menganggap bahwa keselamatan adalah hal pertama yang harus diperhatikan. Tentunya aku sangat percaya bahwa Garuda Indonesia memprioritaskan hal itu dilihat dari mayoritas umur armada pesawatnya yang di bawah 5 tahun (merupakan kondisi langka di rata-rata industri maskapai penerbangan dunia). Pada H-3, aku berharap bahwa hasil pencarianku di internet untuk tiket Garuda Indonesia adalah positif. Ternyata Garuda Indonesia terbang ke Malang dari Jakarta, sungguh kabar baik bagiku. Tetapi sayang, pada jadwal kepulangan tanggal 28 Maret kami kehabisan tiket di jadwal siang, jadinya kami memesan tiket pulang Surabaya-Jakarta (dibela-belain ke Surabaya dari Malang supaya bisa pulang naik Garuda Indonesia tanpa tergesa-gesa dari hotel). Kebetulan penerbangan jurusan Surabaya-Jakarta dalam sehari frekuensinya sangat banyak, jadi tentu saja penumpang tidak akan kehabisan tiket dan bisa terbang dengan banyak alternatif jadwal.
Menunggu Saat-Saat Menjejakkan Kaki di Malang di Atas Awan
Pesawat kami menuju Malang
berangkat pukul 08.30 WIB, jadi aku tiba di bandara Soekarno-Hatta pukul 07.00
meskipun sebenarnya check-in counter untuk penerbangan domestik Garuda tutup 30
menit sebelum keberangkatan (lumayan membantu karena Jakarta langganan macet
dan jalur ke Cengkareng langganan padat dengan rata-rata jumlah penumpang yang melebihi 62.000 terbang setiap harinya - sekarang Soekarno Hatta adalah bandara tersibuk ke-8 di dunia).
Pemandangan dari atas Garuda Indonesia |
Terbang dengan Garuda ‘bonusnya’
banyak lagi, sudah termasuk bagasi 20 kg, boarding
pass yang tidak perlu bayar lagi (sudah termasuk harga tiket), dan bonus
lainnya di dalam pesawat. Pesawat kami terbang on-time, jadi tidak perlu
menunggu terlalu lama di boarding room. Kemudian
beberapa langkah sebelum kaki kami memasuki pesawat, kami disuguhi berbagai
pilihan surat kabar yang bisa diambil secara cuma-cuma untuk dibaca di dalam perjalanan.
in-flight entertainment untuk mendengarkan musik atau menonton video dan film |
Dengan economy class, sebenarnya aku tidak menyangka akan mendapat
kenyamanan se-ekstra ini, begitu duduk langsung terasa seat yang nyaman dengan menghadap layar. Layar ini akan
memperagakan petunjuk keselamatan di dalam pesawat sebelum pesawat meluncur dan
video petunjuknya diilustrasikan dengan simulasi yang sangat jelas (jadi awak
kabin tidak perlu memperagakan lagi). Layar ini juga akan memberitahukan berapa
jarak yang ditempuh ke kota tujuan dan berapa lama lagi akan sampai, kemudian in-flight entertainment yang luar biasa,
dari film, musik, hingga video-video traveling,
serta reality show yang sangat
menghibur. In-flight entertainment tadi
ada petunjuknya juga dalam bentuk majalah mini beserta informasi video/film apa
saja yang baru dimasukkan (film-film yang lebih baru sepertinya ada di
penerbangan internasional).
Sudah menjadi member GFF belum? :) |
Selain itu, in-flight magazine Garuda Indonesia yang bernama 'Colours' juga cukup
berkualitas, isinya sangat informatif. Di dalam majalah tersebut aku menemukan
lembaran untuk mendaftar menjadi anggota GFF (Garuda Frequent Flyer) yang
kemudian diisi dan bisa diserahkan ke awak kabin. Langsung aku dan temanku mengisinya
di tempat (ketahuan kalau baru sekarang “notice”
bahwa GFF memberikan banyak sekali manfaat, jadi baru daftar). Manfaatnya
adalah miles yang bisa dikumpulkan
setiap kali terbang dengan Garuda Indonesia, dan juga terbang dengan maskapai
penerbangan lain yang tergabung dalam SkyTeam, seperti Korean Air, Air France,
dan KLM. Bukan hanya bisa mengumpulkan poin dengan terbang lho, poin juga bisa
dikumpulkan dengan menggunakan jasa partner, seperti ketika menginap di
beberapa hotel, serta menggunakan kartu kredit tertentu yang poinnya bisa
dikonversikan menjadi miles GFF.
Kalau poinnya sudah ribuan, bisa terbang gratis dengan Garuda Indonesia, deh,
hehe. Kalau lebih sering terbang level keanggotaan bisa naik dan bonusnya jadi makin
banyak (misal : executive airport lounge,
tambahan baggage allowance, dll). Anyway,
untuk keanggotaan pertama mendapat bonus 300 miles lho, lumayan banget, kan?
(ketahuan banci gratisan).
Snack yang lumayan mengganjal perut disajikan di atas pesawat |
Perjalanan kami ke Malang
ditempuh dalam waktu 1 jam 30 menit, dan dengan adanya entertainment mumpuni di masing-masing bangku, otomatis tidak ada
kata bosan. Aku mendengarkan musik dan menonton beberapa video traveling serta sempat membaca in-flight magazine-nya juga. Belum lagi
kami mendapat kotak snack dan juga segelas juice cuma-cuma yang sepertinya di
penerbangan domestik hanya Garuda Indonesia yang bisa menawarkan servis seperti
ini. Pantas saja Garuda Indonesia mendapat gelar “World’s Best Economy Class”
di World Airline Awards 2013. Biasanya di kelas economy tidak ada fasilitas film dan musik di depan bangku untuk
masing-masing penumpang soalnya.
Petualangan di Malang Dimulai
di halaman depan bandara Abdul Rachman Saleh, Malang |
Pesawat kami mendarat dengan
mulus di bandara Abdul Rachman Saleh, Malang yang ternyata kabar tentang kekecilannya bukan sekedar gosip sekitar pukul
10.00 WIB. Begitu masuk ke ruangan di bandara, baru sedikit langkah, sudah
pintu depan menuju kota, haha. Di sana ada loket taksi dengan sistem kupon yang
dibayar di awal. Kalau tidak salah, kami membayar Rp 90.000,- untuk ke hotel
kami, Swiss Belinn di Jalan Veteran yang terletak dekat mall Matos. Sopir taksi
kami sangat ramah (aku lupa namanya). Dia dulu bekerja di TNI AU, tapi sudah
pensiun dan dia banyak bercerita tentang pengalamannya, terutama ketika dia
dulu setiap tahun seringkali ke bandara Halim Perdanakusuma ketika HUT TNI AU
yang selalu ada kompetisi sky diving, dll.
(dia cerita itu karena tahu kami dari Jakarta).
Tadinya aku kira ke hotel dari
bandara akan menempuh waktu 1 jam, ternyata tidak sampai 30 menit sudah sampai
(tentu saja Malang bebas dari gangguan macet). Oh ya, di Malang agak susah cari
taksi dan yang banyak adalah angkot. Ketika kami ke sana kebetulan sedang tidak
hujan, jadi seharian cerah terus sampai malam.
Ruang workshop kami memiliki view kolam renang |
Sampai di hotel, kami menunggu
bisa check-in karena kami datang
lebih awal (sekitar pukul 11.00). Kami kebetulan memesan kamar tipe suite karena kami bertiga dan hanya tipe
kamar itu yang bisa menyediakan extra bed.
Kamarnya lumayan oke dan ada bathtub di
kamar mandinya. Kamar kami memiliki dining
room terpisah yang oleh kami malah dipakai menonton TV dan mengerjakan
pekerjaan kantor gara-gara ada meja makannya, hehe.
Workshop kami mulai siang hari
pukul 14.00 WIB dan berakhir sore sekitar pukul 17.00 WIB. Jadi malam harinya
kami bisa jalan-jalan yang oleh kami dipakai untuk wisata kuliner ke tiga
tempat sekaligus. Iya, TIGA TEMPAT, hehe.
Sudah diberi tahu sebelumnya oleh
temanku kalau maksud dari mie setan adalah mie super pedas dengan berbagai
macam level kepedasan yang bisa dipilih. Sampai di sana, ramenya luarrr biasa.
Kami memesan dan membayar sebelum makanan datang di meja kasir, kemudian waiter akan datang mengantar pesanan
sambil memanggil nama kami. Level yang bisa dipilih dari level 1 dengan jumlah
cabai 12 hingga level terakhir 60 cabai. Aku sendiri pesan yang level 2 dengan
25 cabai, dan memang pedas, haha. (untung bukan mie rebus, jadi cabenya yang
tertinggal di bawah kalau mau perutnya nggak mules jangan diaduk alias dicampur
semua bersama mie). Harga mie setan per porsi sekitar Rp 8.000,- dan setiap
level harganya sama. Selain mie setan, tempat ini juga menyajikan dim sum serta
sushi dan minuman dengan nama menu seperti Kuntilanak... , serta beberapa nama hantu nasional lainnya.
Bakso kok dibakar? Di Jakarta
kayaknya sih nggak ada yang begini. Udah modelnya dibakar, bisa milih mau pedes
atau manis lagi. Bakso Bakar Pahlawan Trip tempat makannya bersih dan lapang, dan di sini bakso bakar yang disajikan ada kuahnya juga, sih. Aku memilih bakso bakar
manis, kemudian kedua temanku memilih bakso bakar pedas. Pedasnya lumayan juga,
tapi menurutku karena bumbu pedasnya dicampurkan ketika dibakar jadi rasa pedas
yang tidak biasa ini agak aneh. Untung aku memesan yang manis, hehe. Harga per
porsi sekitar Rp 12.000,-.
Tadinya kami berencana makan es
krim di Toko Oen yang melegenda sejak jaman dahulu kala yang sudah ada sejak jaman kolonial Belanda di tahun 1930, sayang kami
datang lewat pukul 21.00 dan toko sudah beres-beres mau tutup (tapi kami tetap
ingin ke sana besoknya atau sebelum kami meninggalkan Malang). Akhirnya, kami memutuskan untuk berkuliner lagi ke Ria Jenaka yang merupakan kafe tempat
nongkrong dengan lokasi tidak jauh dari hotel kami. Kafe ini bernuansa interior
agak vintage gaya Indonesia dengan sajian live music (kebetulan saat itu musik rock) di lantai atas (kafe ini
terdiri dari dua lantai). Meskipun kafe, harganya juga tidak terlalu mahal.
Untuk minuman yang aku pesan (namanya lupa – tapi terdiri dari campuran jagung,
susu, keju, dan es krim vanila) harganya sekitar Rp 20 ribuan.
Di hari kedua di Malang, tanggal
27 Maret, workshop masih berakhir sore hari, dan malam hari kami kembali
berwisata kuliner, tapi kali ini kami pergi ramai-ramai bersama semua peserta
workshop menggunakan bus yang sudah disediakan (kemarin aku pergi bertiga
dengan teman kantor naik taksi).
Dan kali ini kami makan malam di…
Rumah makan INGGIL di Jalan Gajah Mada.
Berpose di Rumah Makan Inggil yang nuansanya jadul dengan poster-poster gaya masa lalu |
Inggil adalah rumah makan yang
menyajikan hidangan prasmanan masakan rumahan Indonesia yang sedap dan
menggugah selera, dari sate ayam, sop, ikan gurameh, dsb. Rumah makan yang
cukup luas ini berdekorasi ala tempo doeloe dengan beberapa pajangan vintage seperti telepon kuno, mesin ketik, bahkan
alat pengeriting rambut di jaman dulu! Di rumah makan ini ada pertunjukan tarian tradisional dan ada live music-nya juga, tentunya lagu
yang dinyanyikan adalah tembang-tembang lawas. Untuk harga makanan, aku kurang
tahu persisnya karena panitia membayar semuanya, tapi kata temanku yang aseli
sana satu porsi makan cukup mahal bisa mencapai Rp 50 ribuan. WOW!
Setelah makan di Inggil kami berkesempatan untuk melakukan company visit ke Malang Post yang terletak tidak jauh dari situ. Di perjalanan kami melewati kantor Balai Kota Malang, Monumen Tugu yang di malam harinya ada air mancur cantik, serta ada juga banyak tempat lesehan (di barat stasiun KA Kota Baru). Nuansa malam hari di lokasi tersebut di Malang meskipun bukan hari libur cukup ramai dan indah juga, lho.
lesehan dekat Stasiun KA Kota Baru, Malang |
Setelah makan di Inggil kami berkesempatan untuk melakukan company visit ke Malang Post yang terletak tidak jauh dari situ. Di perjalanan kami melewati kantor Balai Kota Malang, Monumen Tugu yang di malam harinya ada air mancur cantik, serta ada juga banyak tempat lesehan (di barat stasiun KA Kota Baru). Nuansa malam hari di lokasi tersebut di Malang meskipun bukan hari libur cukup ramai dan indah juga, lho.
Workshop kami berakhir tanggal 28
Maret di hari Jumat, hanya saja di hari itu workshop berakhir siang hari pukul
11.00. Setelah makan siang di hotel yang memang dari hari pertama selalu enak,
kami check out dan segera masuk ke taksi yang sudah kami pesan yang akan
mengantar kami ke Surabaya (di awal cerita, aku sudah menjelaskan mengapa kami
ke Surabaya, jadi begitulah). Tapi sebelum ke Surabaya, kami berencana mampir
ke Toko Oen yang belum kesampaian kemarin.
Pelayan di Toko Oen memakai peci (totalitas tempo doeloe) |
Chocolate parfait - IDR 40.000 |
Ruang tunggu di Terminal 2 Bandara Juanda, Surabaya |
Petualangan di Malang berakhir, kami menuju ke Surabaya. Di sana kami tidak sempat mampir ke mana-mana, tapi untungnya bandara Juanda sekarang bagus, lho (terminal 2 tempat Garuda Indonesia - kebetulan Garuda Indonesia belum lama dipindahkan ke terminal ini). Kabarnya di bandara internasional Juanda Surabaya, Garuda Indonesia melayani lebih dari 350 penerbangan setiap minggunya ke sembilan destinasi domestik dan satu destinasi internasional. Banyak juga ya? Terminal 2 bandara Juanda agak mirip dengan Terminal 3 Soekarno Hatta yang nuansanya lapang, bersih, dan tertata rapi. Di bandara ini juga ada toko yang menjual oleh-oleh makanan khas Surabaya, jadi kami bisa mampir untuk membeli oleh-oleh dulu sebelum kembali ke Jakarta.
Setelah kami memasuki pesawat,
perjalanan kembali ke Jakarta dengan Garuda Indonesia tetap menyenangkan.
Penerbangan lancar dan mulus, awak kabin ramah, dan aku tetap memanfaatkan
fasilitas in-flight entertainment,
namun kali ini yang aku tonton adalah film. Film yang aku tonton adalah film
horror Jepang berjudul “Roommate”. Karena penerbangan hanya menempuh waktu 90
menit, jadi film ini tidak bisa aku selesaikan. Kira-kira kapan ya aku bisa
terbang lagi dengan Garuda Indonesia untuk menyelesaikan menonton film ini? :p
Jadi tidak sabar rasanya menanti perjalanan menyenangkan selanjutnya yang mudah-mudahan kali ini bisa lebih jauh.
Karena aku adalah anak muda (saat itu lebih muda dari sekarang) yang bercita-cita membela nama negara dan tidak mau Indonesia diremehkan, aku berusaha supaya aku memiliki wawasan yang luas didukung dengan bahasa Inggris bagus dengan aksen mendekati native speaker (meskipun dari lahir aku selalu tinggal di Indonesia). Mungkin kedengarannya naif atau aneh, tapi tujuanku adalah supaya aku dapat bersaing secara internasional dan supaya ketika aku bertemu dengan orang luar negeri, baik di Indonesia maupun di luar negeri ketika aku sedang traveling mereka berpikir bahwa orang Indonesia bisa berbahasa Inggris dengan baik dan juga open minded, jadi Indonesia adalah negara maju. Kelihatannya simpel tapi pasti kedengarannya lebay. Tapi kamu pasti setuju, kalau di negara-negara maju di barat kebanyakan dari mereka pasti bahasa Inggrisnya OK (selain mereka dari negara dengan mother tongue English pastinya). Kamu juga pasti setuju kan, kalau orang Indonesia yang bahasa Inggris-nya keren akan terlihat lebih pintar? ;-) Tapi pastikan juga kalau kamu disuruh menulis dengan Bahasa Indonesia gaya EYD, harus jempolan juga ya, dan jangan jadi sok bule juga ketika kamu di Indonesia :)
Aku percaya bahwa suatu hari nanti aku bisa berkontribusi membawa perubahan positif untuk negeri kita tercinta, Indonesia. Mungkin yang pertama adalah ketika aku menjadi delegasi tunggal Indonesia untuk kompetisi iklan mahasiswa se-Asia Pasifik di Singapura tahun 2010 yang bernama Spikes Academy. Di sana aku merasakan bahwa aku merasa cukup grogi dan memikul beban mental membawa nama Indonesia, karena saat itu aku adalah satu-satunya delegasi dari Indonesia, dan delegasi Indonesia yang pertama kali terpilih. Di saat pertama kalinya aku ke luar negeri itu, aku berusaha sebaik mungkin agar bisa aktif dan stand out karena aku tidak mau Indonesia diremehkan oleh negara-negara Asia lainnya yang lebih maju dari negara kita, dan ternyata mereka yang "terpilih" dan berkuliah di sekolah bergengsi di masing-masing negaranya itu tidak jauh berbeda dari aku, kok. Mereka bisa kritis, aku juga bisa kritis. Kreativitas adalah milik semua manusia, apapun kebangsaannya.
Perubahan untuk Indonesia
Aku memang suka traveling, melihat belahan dunia lainnya selain tempat di mana aku tinggal, kemudian menyebarkan pesan kepada penduduk dunia lain yang aku temui di perjalananku tentang bagaimana Indonesia, atau bagaimana Yogyakarta, kampung halamanku. Menyampaikan pesan positif dan perlahan mengangkat derajat Indonesia di mata internasional.Ketika traveling ke Hong Kong dengan Rita, teman baruku yang merupakan orang Hong Kong asli. Dia berkata kalau Bahasa Inggrisku OK, lho :) |
Karena aku adalah anak muda (saat itu lebih muda dari sekarang) yang bercita-cita membela nama negara dan tidak mau Indonesia diremehkan, aku berusaha supaya aku memiliki wawasan yang luas didukung dengan bahasa Inggris bagus dengan aksen mendekati native speaker (meskipun dari lahir aku selalu tinggal di Indonesia). Mungkin kedengarannya naif atau aneh, tapi tujuanku adalah supaya aku dapat bersaing secara internasional dan supaya ketika aku bertemu dengan orang luar negeri, baik di Indonesia maupun di luar negeri ketika aku sedang traveling mereka berpikir bahwa orang Indonesia bisa berbahasa Inggris dengan baik dan juga open minded, jadi Indonesia adalah negara maju. Kelihatannya simpel tapi pasti kedengarannya lebay. Tapi kamu pasti setuju, kalau di negara-negara maju di barat kebanyakan dari mereka pasti bahasa Inggrisnya OK (selain mereka dari negara dengan mother tongue English pastinya). Kamu juga pasti setuju kan, kalau orang Indonesia yang bahasa Inggris-nya keren akan terlihat lebih pintar? ;-) Tapi pastikan juga kalau kamu disuruh menulis dengan Bahasa Indonesia gaya EYD, harus jempolan juga ya, dan jangan jadi sok bule juga ketika kamu di Indonesia :)
Ketika menjadi delegasi tunggal dan delegasi pertama Indonesia di Spikes Academy 2010 di Singapura |
Aku percaya bahwa suatu hari nanti aku bisa berkontribusi membawa perubahan positif untuk negeri kita tercinta, Indonesia. Mungkin yang pertama adalah ketika aku menjadi delegasi tunggal Indonesia untuk kompetisi iklan mahasiswa se-Asia Pasifik di Singapura tahun 2010 yang bernama Spikes Academy. Di sana aku merasakan bahwa aku merasa cukup grogi dan memikul beban mental membawa nama Indonesia, karena saat itu aku adalah satu-satunya delegasi dari Indonesia, dan delegasi Indonesia yang pertama kali terpilih. Di saat pertama kalinya aku ke luar negeri itu, aku berusaha sebaik mungkin agar bisa aktif dan stand out karena aku tidak mau Indonesia diremehkan oleh negara-negara Asia lainnya yang lebih maju dari negara kita, dan ternyata mereka yang "terpilih" dan berkuliah di sekolah bergengsi di masing-masing negaranya itu tidak jauh berbeda dari aku, kok. Mereka bisa kritis, aku juga bisa kritis. Kreativitas adalah milik semua manusia, apapun kebangsaannya.
Mari berbagi inspirasi dan ciptakan masyarakat Indonesia yang lebih positif, maju, dan berkualitas unggulan. Jangan menyerah untuk Tanah Airmu :)
Suatu saat nanti (atau mungkin sudah) kamu akan merasa sangat terharu dan menangis menyanyikan lagu "Tanah Air" seperti di video di awal postingan ini. Di manapun kamu berada dan seberapa jauh kakimu (dan pesawat) membawamu, darah Indonesia akan selalu mengalir di darahmu, dan kampung halamanmu tetaplah satu.
No comments:
Post a Comment
Any comment, please?