Share |

Jun 11, 2010

Tidung Island : Magical Heaven in Little Village part 3

Cerita di bagian final ini akan sangat panjang. Tapi jangan bosen-bosen buat bacanya ya... Haha.. Kalau kalian mau ke sana, cerita yang sangat lengkap ini akan jadi panduan buat kalian menjelajahi Pulau Tidung. Yeah...

Setelah sampai di Pulau Tidung Kecil, kami terus berjalan dan berjalan tanpa tahu akhirnya di mana. Sebenarnya tujuannya untuk mencari pantai sih. Tapi kok pantainya nggak nongol-nongol ya? Adanya semak-semak aja di sepanjang kanan dan kiri jalan setapak.


Tapi setelah kami bertemu dengan segerombolan remaja cowok yang kayaknya penghuni asli pulau dan bertanya pada mereka pantainya ada ato nggak dan masih jauh ato nggak, ternyata memang ada pantai dan masih agak jauh sih. Ya sudah, kami terus berjalan, sampai bertemu dengan segerombolan orang yang wisatawan juga, kemudian pantainya ketemu deh. Hehe... Pantai yang pertama kami kunjungi yaitu pantai di sebelah utara. Ternyata cukup ramai orang juga. Niatnya kan kami mau berenang, dan kami sudah membawa atau memakai dalaman pakaian renang, jadi kayaknya nggak enak kalau berenang ditonton banyak orang. Hohoho

Jadi kami berjalan lagi sampai menemukan pantai yang sepi dan tidak ada wisatawan lain di sana. Tapi sepanjang kami berjalan sampai tidak ada wisatawan lain, tapi yang ada malah sampah di sepanjang pantai yang meskipun tidak banyak, tapi cukup mengganggu. (Iya kan? Masa berenang sama sampah?)


Akhirnya kami dapat juga pantai sepi yang bebas sampah. Hanya ada kami di sana. Dan kami langsung kegirangan diikuti melucuti pakaian (karena pakai pakaian renang di dalam) terus berjalan ke arah laut. (Kecuali Riry, karena dia merasa kelelahan, jadi tidak ikut ke laut, melainkan menjaga tas kami aja). Tapi oh my... Ternyata banyak sekali karang-karang tajam di laut yang melukai kaki kami. Uh,sakit. Kami harus ekstra hati-hati melangkah untuk menghindari karang-karang tajam ini. Sampai akhirnya ke daerah yang hanya terdapat sedikit karang di bagian dasar. Daerah ini dalamnya hanya kira-kira seatas lutut orang dewasa. Hehe... Kami tidak berani untuk terlalu jauh melangkah karena takut akan ada laut pasang alias ombak, berhubung saat itu sudah sore. Tapi ya, kami sok-sok aja berenang (duduk dan tidur-tiduran di laut sih sebenarnya). Sampai akhirnya aku merasakan ada benda empuk-empuk aneh dan bergerak menyentuh tanganku. Aku pun langsung berteriak. Ketika melihat ke kanan aku melihat benda panjang berwarna coklat dengan diameter kira-kira 4 cm. Karena aku mengira ular laut, aku lebih berteriak lagi dengan volume lebih kencang. Yodsa, Sasha, dan Arif langsung ikutan panik, "Ada apa sih?" Kemudian mereka melihat ke sebelah kananku, dan kata Sasha, itu teripang atau landak laut gitu. Tetep aja aku masih merasa sangat histeris, karena mengingat sensasi empuk dan basah-basah di tanganku.


Pokoknya setelah merasa cukup puas, kami berjalan kembali ke arah pantai. Mengenakan pakaian lagi, dan berjalan lagi untuk melihat pantai di bagian selatan. Sebelum menemukan pantai, kami melewati perkebunan (atau hutan) mangrove, sebenarnya itu kayaknya tempat budidaya mangrove gitu. Lumayan membingungkan sih dengan keberadaan pohon-pohon mangrove itu untuk menemukan celah ke arah pantai. Tapi akhrinya dapet juga. Kami kira di sana hanya ada kami, tapi ternyata ada juga wisatawan lain yang sedang berfoto-foto ria. Tadinya kami kira pantainya bagus (kata Pak Nafi tadi gitu), tapi ternyata sama aja kayak pantai di sebelah utara. Tadinya kami mau berenang di pantai ini juga, tapi kami cuma bisa berjalan-jalan sebentar di laut dengan jarak ke pantai yang tidak jauh berhubung angin agak kencang dan prediksiku mengatakan bahwa akan segera datang air pasang yang disebabkan angin laut. Dan ternyata benar. Ya sudahlah, karena sudah mau maghrib juga dan langit sudah mau gelap, kami memutuskan untuk kembali ke jembatan saja. Mari kita kembali ke Jembatan Cinta. (bahasa Inggrisnya The Gate of Love, wkkwkkwk).

Sebelum sampai ke jembatan, alias masih di jalan setapak dengan kanan kiri semak-semak, kami melihat pemandangan yang sangat indah. Apa itu? Pantai lagi? Bukanlah. Melainkan, pelangi yang terlihat di antara langit merah yang menimbulkan gradasi warna sangat indah. Kami melanjutkan berjalan lagi ke arah jembatan. Dan bagus, langit sudah bertambah gelap lagi. Dan kami foto-foto kembali di sepanjang jembatan dengan latar pemandangan langit merah.



Setelah cukup puas berfoto ria, kami kembali berjalan menyusuri jembatan dan kembali ke tempat penitipan sepeda. Tapi melihat banyak orang berhenti di dekat tempat penitipan sepeda sambil makan siomay, aku pun tergoda. Jadi, sebelum mengambil sepeda, aku mengajak teman-teman untuk menyantap siomay dulu. Baru kemudian kami mengambil sepeda dan menaikinya lagi menuju tempat penginapan kami dengan keadaan pakaian agak basah ditemani langit yang semakin gelap saja.






Sebelum sampai ke penginapan, kami melewati warung makan tempat kami makan siang tadi, namanya Gelora kalo nggak salah. Kami berhenti sebentar untuk menanyakan apakah ikan bakar pesanan kami sudah jadi. Dan ternyata sudah jadi beserta lauk pauk lainnya. Mmm... Yummy! Kami pun meminta dinner dish ini untuk diantar ke penginapan Lima Saudara tempat kami menginap. Setelah makanan diantar dan kami membayar, kami belum langsung menyantapnya meskipun ikan bakar, udang goreng, tahu, tempe, oseng-oseng buncis, sambal kecap dan nasi itu terlihat sangat menggiurkan. (Murah lho, satu porsi komplit kayak gitu dengan ukuran ikan yang besar cuma Rp 15.000,-). Kenapa nggak langsung makan aja? Ya, kami kan mau sholat dan mandi dulu (mandinya antre gara-gara cuma ada 1 kamar mandi, dan aku mandi terakhir. Sial, gara2 aku mandinya paling lama). Jadi, gara2 itu aku mandinya nanti habis makan. Jadi aku deh yang pertama makan. Enak banget deh sumpah... Ikan bakarnya rasanya bener-bener fresh banget. Sambal kecapnya yahud. Pokoknya TOP banget.

Selesai mandi, aku harus interview dengan Pak Mid (pemilik penginapan lima saudara) dan Pak Sanwari (bagian Humas Kantor Kelurahan Pulau Tidung) untuk tugas Komunikasi Stratejik kelompokku. Hasilnya, kami berhasi interview dengan Pak Mid dan mendapatkan fakta kalau ternyata bisnis persewaan sepeda di Pulau Tidung itu pertama dirintis oleh Pak Mid, dan penginapan yang ia miliki juga merupakan jajaran penginapan pertama yang ada di Pulau Tidung. Kalau Pak Sanwari, setelah diantar oleh Pak Mid ke rumah beliau, ternyata orangnya tidak ada di tempat. Mungkin juga karena sudah malam. Dan sepertinya dia pergi untuk melihat pertunjukan lenong di lapangan desa. Malam itu keadaan desa terlihat lengang di sepanjang jalan, karena sangat banyak penduduk yang melihat pertunjukan lenong. (Kayaknya jarang ada hiburan rakyat di Pulau Tidung ini). Jadi, selepas mengembalikan sepeda, kami menonton pertunjukan lenong itu karena penasaran seperti apa. Anyway, sebelumnya aku sama sekali belum pernah melihat lenong secara langsung. (Pernahnya di TV).



Tanpa mengetahui di mana tempat lenongnya, kami terus berjalan mengikuti suara arah musik dan dialog super ramai itu berasal. Dan akhirnya kami sampai juga. Buset! Yang nonton lenong banyak banget, kayaknya ratusan gitu (sekitar 60% penduduk Pulau Tidung mungkin). Terdapat pula para penjual yang menjual makanan dengan gerobak sepeda dan juga beberapa tukang becak dan tukang ojek yang mangkal. Lenongnya cukup lucu dan menarik sih, tapi bagiku tetap kurang lucu. Ternyata setelah bertanya pada warga sekitar, lenong itu diadakan bukan event bulanan, melainkan acara itu diadakan apabila akan ada perusahaan yang akan membanggun suatu proyek di sana. Jadi cara untuk mendapatkan acceptance dari warga ialah dengan mengadakan suatu acara hiburan yang memang dibutuhkan oleh penduduk Pulau. Karena angin malamnya sangat dingin dan cuaca menandakan akan turun hujan, kami pun memutuskan untuk pulang ke penginapan. Besok pagi kami juga harus berkemas untuk pergi ke pulau-pulau kecil di dekat Pulau Tidung untuk snorkeling.

Paginya, sekitar pukul 8 setelah menyewa peralatan snorkeling (harganya Rp 35ribu) dan membelo oleh-oleh (ada dodol rumput laut, kripik sukun, dll yang dijual di tempat persewaan alat snorkeling di dekat gerbang dermaga Pulau Tidung), kami telah siap naik kapal yang kami sewa (harga kapal plus snorkeling guide Rp 400ribu, dan bisa dipakai hingga 8 orang). Untuk menyewa kapal silakan menghubungi Mas Afif. Kami nanti akan snorkeling di sekitar Pulau Payung, Pulau Ayer, dan Pulau Karang Beras. Naik kapal ukuran relatif kecil ini asik banget, karena hanya ada kami berlima ditemani dua orang guide yang sekaligus pengemudi kapal (Mas Afif dan satu bocah remaja cowok). Jadi serasa kapal ini kapal pribadi kami. Beruntung, kami jadi lebih punya privacy untuk mau ber snorkeling berapa lama dan kapan mau pindah tanpa persetujuan anggota rombongan lainnya (Ada kapal lain yang dinaiki sekitar 12 orang termasuk senior kuliahku dan kalo kayak gitu harus minta persetujuan anggota lain kalo mau pindah). Padahal di kapal lain tempat senior kuliahku, Si Tirza ini ada cowok ganteng dan keren banget yang bertelanjang dada super hot. Mukanya mirip2 cowok Chinese Thai yang ganteng, ya perpaduan Mike Lewis dan Daniel Henney lah. Kayaknya cowok ini emang bukan orang Indonesia. Sayang, baru lihat hari Minggu ini dan belum sempat kenalan. Hahahahhahhaha. Di atas kapal sebelum kami mencebur dan basah kami telah berfoto dulu dengan rompi pelampung, haha.



Rute pertama snorkeling kami adalah Pulau Payung. Sebelum kami semua mencoba bersnorkeling maupun menceburkan badan kami ke laut, terlebih dulu guide kami turun dulu ke laut (tanpa alat snorkeling apapaun) untuk memastikan apakah daerah itu aman untuk bersnorkeling atau tidak. Dan setelah Mas Afif berkata oke, baru kami berani mencebur. Yang pertama mencebur di antara kami adalah Sasha, dia sangat antusias dan tidak sabar. Begitu menceburkan badan ke laut (dengan perlengkapan snorkeling lengkap tentunya), aku merasa sangat takjub, kagum, dan gembira luar biasa (karena ini pertama kalinya aku snorkeling, begitu juga dengan teman-temanku yang lain). Teman-temanku juga terlihat sangat bahagia seakan hari itu adalah pengalaman liburan paling menyenangkan dalam hidup mereka. Kita bisa menyebut alam bawah laut itu sebagai surga dunia (karena sangat indah). Ikan-ikan dan terumbu karang yang berwarna-warni dan bergerak itu bahkan lebih indah dari yang biasa aku lihat di akuarium. Serius. (Aku kelihatan norak ya?) Tapi beneran, underwater view nya emang bagus banget. Bahkan aku melihat ada ubur-ubur kecil berwarna kuning (kalau lihat ubur-ubur jangan sampe kena ya... Nanti disengat). O ya, air laut itu rasanya beneran asin parah, jangan sampai airnya masuk ke alat snorkeling yang nempel mulut ya, nanti bisa panik kalau airnya ketelan. Lautnya yang dangkal bahkan bisa membuat kami berdiri di atas karang. Tapi teman-temanku agak aneh, mereka malah snorkeling di bagian yang terlalu dangkal. Awalnya aku belum tahu, tapi setelah merasakan tergesek karang dan agak lecet, aku jadi menghindari snorkeling di daerah super dangkal ini. Di antara temanku sepertinya ada yang lecet tergesek karang juga.

Berpindah ke rute pulau setelahnya, yaitu Pulau Ayer, pemandangannya lebih bagus, kita akan menemukan karang-karang raksasa yang indah  ketika kita snorkeling. Karangnya bentuknya sangat bervariasi dan perpaduan warnanya sangat unik. Di sini aku sempat mencoba menangkap ikan dengan jala bertangkai kayu milik guide kapal, tapi susah sekali. Karena aku memakai ban pelampung aku jadi tidak bisa berenang ke bawah menerobos karang-karang tempat ikan-ikan yang kukejar kabur dan bersembunyi. Bahkan guide kapal kami yang masih remaja mencoba menangkap ikan dengan berenang ke bawah tanpa alat snorkeling apapun (karena sudah jago berenang), tapi ia pun tidak berhasil mendapatkan ikan. Ya sudah lah. O ya, di pulau ini lebih banyak ubur-ubur meskipun semuanya berukuran ekstra kecil. Dan temanku, Sasha sempat tersengat di pahanya (jadi bentol-bentol merah kecil-kecil). Pengalaman besok kalau snorkeling harus pakai baju panjang dan legging panjang, intinya pakaian renang panjang dan menutupi kulit lah. Melihat waktu, kami memutuskan untuk naik ke atas kapal dan pindah ke pulau lain, yaitu Pulau Karang Beras. Tidak lupa kami telah berfoto ria di atas kapal maupun ketika kami sedang snorkeling.














Di Pulau Karang Beras, seperti biasa sebelum kami mencebur, guide kami mencebur ke laut dulu untuk memastikan keadaan. Kata asisten Mas Afif, "Ikannya besar-besar." Di bayanganku ikan besar itu ikan hiu, di bayangan Riry ikan besar itu ikan barracuda. Hahaha
Saking penasarannya, aku sangat antusias untuk mencebur. Dan benar, ikannya besar-besar dan semuanya ikan hias (tidak ada hiu maupun barracuda, he he). Pemandangannya sangat bagus. Kalau aku bilang, di sini paling bagus. Sayangnya, waktu kami ke Pulau Karang Beras sudah agak siang (sekitar jam 11) jadi ombaknya agak besar dan sempat gerimis juga. Jadi kami yang snorkeling terombang-ambing oleh ombak hingga sampai agak jauh dari kapal. Kekhawatiranku yaitu : ombak yang mengendalikanku akan membuatku menyenggol hewan-hewan laut berbahaya maupun menggesek karang yang akan menyebabkan lecet-lecet lebih lanjut. Mana di sini kakiku sempat kram lagi. Sial! Ombak besar, kaki kram. Makin khawatir aku akan sengatan dan gesekan itu. Melihat ada Riry di dekatku, aku pun meraih dan menggandeng tangannya. Aku bilang kalau aku kram, dan kami bersama-sama kembali ke kapal. O ya, ngomong-ngomong, dalam keadaan basah setelah snorkeling, untuk naik ke atas kapal terasa sangat berat. Dan sepertinya aku lebih memiliki masalah untuk naik ke atas kapal dibanding temanku yang lain (sampai harus ditarik tangannya dan dibantu oleh 2 orang guide). Yang lain biasanya dibantu satu orang saja sudah cukup. Padahal aku juga nggak gemuk, tapi kenapa ya? Setelah kami semua berada di atas kapal, kapal pun berangkat menuju tujuan terakhir yaitu Pulau Pramuka, letak ibukota kabupaten administratif Kep. Seribu. Di sana kami akan naik kapal yang kira-kira berangkat pukul 1.00 menuju Muara Angke (dengan kapal lebih besar dan kapasitas lebih banyak dibandingkan kapal Muara Angke-Pulau Tidung).

Kapal berangkat menuju Pulau Pramuka. Siang itu cuaca agak hujan alias gerimis, tapi kami berhasil tiba di Pulau Pramuka dengan selamat kira-kira pukul 12 kurang. Di sana kami sempat bertanya kepada orang setempat yang ada di dermaga mengenai kapan kapal menuju Muara Angke berangkat dan di sebelah mana. Kemudian ia mengatakan kalau kira-kira pukul 13.00 sambil ia menunjuk arah di mana kapal akan berangkat. Sampai di sana kami agak bingung ke mana kami akan pergi. Kemudian kami bertanya lagi kepada orang yang ada di dermaga tentang di mana ada kamar mandi untuk bilas dan di mana ada restoran atau warung makan. Setelah ia memberikan petunjuk, kami berjalan mengikuti arah tersebut. Ternyata... warung makannya rame banget, penuh orang, dan nggak ada meja yang kosong. Kami melihat kanan kiri warung itu, ada sih warung makan lain di dekatnya, tapi nggak banget, dan nggak ada tempat untuk bilas. Gyahhh...

Kami pun berjalan lagi nggak jelas (anyway, Pulau Pramuka itu kecil, jauh lebih kecil dari Pulau Tidung, mungkin cuma seukuran stadion). Dan kami menemukan ada Tourist Information Center, dan kebetulan ada Mas-mas yang nongkrong di depannya. Ya sudah, bertanyalah diriku padanya di mana ada letak warung makan. Kemudian ia menjawab, "Yuk, ke sana sama saya. Di sana ada warung nasi padang, nasi goreng, dll. Kebetulan saya juga mau beli makan." Ya udah, kami pun mengikuti dia, sambil bertanya tempat penangkaran penyu ada di mana. Ia pun menunjukkan suatu arah lagi, tapi kami mengejar waktu dengan waktu keberangkatan kapal, jadi kami pikir tidak akan sempat untuk pergi ke sana. Setelah menemukan warung makannya (yang kebetulan ada meja kosong), aku langsung meletakkan tas dan seluruh barang bawaan di atas meja) dilanjutkan dengan memesan makan. Warung makan ini adalah warung nasi padang dan lauknya lumayan enak juga. Harganya kira-kira Rp 10.000,- an lah kalo nggak salah. Di warung ini, aku menjumpai segerombolan anak muda yang berbicara dengan bahasa yang bukan bahasa Indonesia pada umumnya. Setelah kusimak dengan lumayan seksama, kusimpulkan bahwa itu adalah bahasa Melayu dan segerombolan anak muda itu adalah bukan orang Indonesia, kayaknya sih orang Malaysia dengan tipikal wajah Chinese, tapi beda dengan wajah suku Tionghoa di Indonesia.

Setelah makan, aku ke kamar mandi untuk berganti pakaian dan berbilas (dengan air saja, tanpa sabun). Kemudian beberapa dari temanku juga melakukan hal yang sama, tapi tidak tahu apa mereka juga bilas. Setelah kami semua selesai, kami berjalan keluar warung, dan di sana aku menjumpai seseorang cewek yang sepertinya aku kenal wajahnya. Cewek itu melambaikan tangan ke arahku. Setelah aku menghampirinya, dia bertanya, "Nia bukan ya?" Dan aku pun yakin kalau dia adalah Mei, teman lama jaman aku masih aktif debate yang sudah 4 tahun nggak ketemu. Dan kami dipertemukan di Pulau Pramuka ini. Duh duh duh... banyak banget ya yang libur weekend snorkeling di Kep. Seribu? Tapi ternyata Mei ini menginap di Pulau Pramuka, bukan Pulau Tidung dengan tarif rumah Rp 500.000,- yang katanya sudah ada AC nya dan bahkan ada mesin cucinya. Hahaha... Mei juga mau ke dermaga karena ia juga mau ke Muara Angke, ya sudah, kami berjalan bersama-sama ke sana. Ternyata sudah ramai saja di dermaga. Terlihat antrean manusia yang membeli tiket (di sini tiketnya dibeli dan dibayar diawal, berbeda dengan kapal dari Muara Angke ke Pulau Tidung yang dibayar di atas kapal tanpa tiket).



Dan di sana aku bertemu dengan teman lama lagi. Ada kakak kelas SMA yang sudah 5 tahun nggak ketemu. Namanya Mbak Chemist. Wah, surprise banget bisa ketemu dia di sini. Ternyata dia juga liburan weekend buat snorkeling di Kep. Seribu, dan dia menginap di Pulau Pramuka sepertinya. Setelah membeli tiket (yang harganya kalo nggak salah Rp 30.000,-) kami masuk ke dalam kapal. Kapal ini memang jauh lebih besar dari kapal yang kami naiki dari Muara Angke menuju Pulau Tidung, tapi tetap aja banyak banget penumpang di dalamnya (mungkin sekitar 100 orang lebih), dan kayaknya kami telat naik karena kapal udah penuh dan kami jadi dapat tempat duduk yang kurang strategis. Kami duduk di atas kapal yang nggak ada atapnya karena bagian atas yang beratap sudah habis ditempati penumpang lain. Jadi kami harus berpanas-panasan (untung nggak hujan). Lain kali jangan lupa ya, kalau mau naik kapal dari Pulau Pramuka ke Muara Angke harus masuk lebih awal. 


Dalam perjalanan kami menuju Muara Angke, banyak penumpang lain yang tidur di atas kapal. Dan kalau aku perhatikan, mereka adalah golongan menengah ke atas dan kebanyakan anak muda usia 22-30 tahun. Di dekat aku duduk ada seorang cowok botak yang masih muda dengan tampang mirip Jae Beom 2 PM. Tapi dia kurus banget, pake kacamata item, dan kalo ketawa giginya.. masya Allah, nggak rapi banget. (nggak penting untuk diceritain). Perjalanan yang kami tempuh kurang lebih sekitar 2 jam dan kami melewati beberapa pulau-pulau kecil di Kep. Seribu yang kayaknya menarik tapi nggak tau namanya apa. O ya, di atas kapal waktu udah hampir sampai akan ada petugas yang menagih tiket yang tadi kita beli. Jadi jangan sampai hilang ya. 



Muara Angke sudah kelihatan, dan sebelum sampai (di dekat Muara Angke) kami melihat ada beberapa orang yang memancing di laut, tapi anehnya, kok kakinya bisa sampai ke dasar laut sembari mereka duduk ya? Emangnya lautnya dangkal? Tapi kan bukan di pantai? Lautan yang dekat dengan daratan Jakarta sangat keruh, berbeda dengan lautan di sekitar Pulau Tidung yang super bening, biru atau hijau gradasi yang bersih. Jadi sorry sorry ya, pasti nggak akan ada orang yang mau snorkeling di lautan keruh ini. Hahaha... Bisa-bisa mati karena menelan air laut yang terkontaminasi timbal berbahaya.

Akhirnya setelah nganggur dan berpanas-panas di atas kapal, sampai juga kami di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta. Kira-kira jam 3 sore-an lah waktu itu, dan aroma amis khas dermaga benar-benar menyesakkan pernapasan. Yeaahhhh... Kulitku benar-benar keling terbakar matahari selama belibur di Pulau Tidung, jadi jangan lupa bawa dan pakai sun block ya kalau ke sana, kalau bisa yang SPF 50 sekalian biar nggak keling. (aku dan teman-teman semua lupa bawa sun block)

Sampai jumpa Kep. Seribu. See you again next time in the next episode...


THE END

1 comment:

Any comment, please?